RESUME PERTEMUAN KE-20 MENGUAK TABIR PENERBIT MAYOR

 


Jum'at 1 Juli 2022

Resume Pertemuan ke-20

Narasumber : Edi S. Mulyanta, S.Si., M.T.

Moderator : Rosminiyati

Tema : Menguak Tabir Penerbit Mayor


Ibu Rosminiyati selaku moderator membuka kelas BM 25 & 26 dengan menyapa kepada peserta, se-Nusantara, dan narasumber. Diawali dengan membaca doa secara bersama-sama, sesuai agama masing-masing.  Semangat sekali mengawalinya. Kita diajak untuk berkenalan dengan narasumber, dilanjutkan dengan menyampaikan aturan selama kelas ini berlangsung. 

Bu Ros, saya memanggilnya. Masih memberikan bara api semangat kepada peserta. Sebagai penulis, tentunya kita ingin sekali jika buku kita bisa diterbitkan oleh Penerbit Mayor dengan berbagai keunggulannya. Untuk itu, tentu saja kita harus mengetahui seluk beluk atau kriteria agar buku kita bisa diterbitkan di Penerbit Mayor tersebut.

Malam ini, Narasumber kita Bapak Edi S. Mulyanta, S.SI,., M.T. akan membahas materi dengan topik Menguak Dapur Penerbit Mayor. 

Dapur Penerbit. Ya sasaran kita malam ini. Jika kita sampai diajak masuk ke dapur, artinya kita adalah keluarga dekat yang tentu saja tidak ada rahasia tentang resep utama dalam jurus-jurus penerbitan buku di Penerbit Mayor ini. Yu kita simak !


Belajar dari pengalaman Bapak Edi S. Mulyanta.

Beliau bekerja sudah hampir 20 tahun mengelola penerbitan buku, awalnya sebagai  penulis buku mandiri yang hidupnya full dari menulis buku. Kemudian dipercaya untuk mengelola penerbitan buku di Yogyakarta.

Tahun 2019 merupakan tahun yang paling berat dalam dunia penerbitan buku, karena perubahan teknologi betul-betul seperti bayang-bayang kelam yang dapat melahap dunia penerbitan buku di Indonesia bahkan di dunia. 

Bertambah situasi pandemi Covid 19 yang menambah luluh lantaknya industri penerbitan di Indonesia

Beruntungnya sebelum pandemi, pemerintah telah mengeluarkan undang-undang perbukuan yang mencoba format baru digital untuk dapat dikembangkan di dunia perbukuan Indonesia.

Dunia penerbitan yang saat ini di bawah IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia), menjadi was-was dan memandang cukup berat tantangan ke depan dunia cetak dan produksi buku. Undang-undang no 3 th 2017 tentang sistem perbukuan, telah memberikan isyarat yang tegas akan hadirnya format media digital yang telah diberikan keluasan untuk secara bertahan menggantikan dunia cetak. Dipertegas lagi dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 22  tahun 2022, telah memberikan petunjuk secara tegas untuk memberikan arah ke dunia digital di penerbitan.

Bapak ibu sebagai calon penulis harus memahami hal ini, karena atmosfir dunia penerbitan perlahan-lahan akan berubah, karena posisi penulis menjadi semakin strategis dalam industri penerbitan.

Hal tersebut membuat dunia penerbitan bergegas untuk mengubah haluan visi misi mereka  ke arah yang lebih up to date, menyongsong perkembangan teknologi yang lebih cepat dibandingkan perkembangan dunia bisnis penerbitan secara umum. Beberapa penerbit yang tidak dapat mengikuti perkembangan jaman, akhirnya mencoba mengurangi intensitas  terbitan bukunya, akhirnya berimbas pula ke jumlah produksi buku mereka, dan memukul pula pendapatan atau omzet buku mereka. Penerbit buku di bawah IKAPI adalah penerbit yang mementingkan UUD (Ujung-ujungnya Duit) untuk mempertahankan kelangsungan bisnisnya. Secara otomatis cash flow akan terganggu, sehingga banyak penerbit akhirnya berpindah haluan ke usaha yang lain.

Tahun 2020-2022 merupakan masa paceklik bagi industri penerbitan, akan tetapi berbeda dengan dunia penulisan yang justru marak-maraknya. Hal ini mungkin karena aktifitas kita dibatasi, sehingga banyak yang memberikan kesempatan untuk bekerja dari rumah (WFH)

Penerbit seperti kami, tidak kekurangan naskah selama pandemi, dengan angka naskah masuk yang masih stabil. Akan tetapi angka penjualan yang turun hingga 90%, dimana toko buku sebagai outlet utama kami banyak yang tutup. Sekolah dan kampus sebagai sumber pendapatan kami juga melakukan proses belajar mengajar secara daring.

Produksi buku reguler sempat terhenti, sehingga banyak penulis yang mempertanyakan masa depan penerbitan di Indonesia secara umum.

Tidak semua tema buku, ternyata bisa digantikan oleh digital, hal inilah yang memberikan harapan baru penerbit untuk masih tetap mempertahankan lini bisnis bukunya. Titik balik (rebound)  pasar buku yang lesu tampaknya sudah mulai terasa mulai awal tahun 2022 ini, sehingga beberapa penerbit yang terlanjur mengurangi produksi bukunya bisa tertinggal oleh penerbit yang masih konsisten mempertahankan produksi bukunya.


Seperti apa Penerbit Mayor ?

  • Penerbit Mayor masih tetap menggunakan trend sebagai alat untuk melacak kebutuhan masyarakat. Tema yang menjadi primadona ke depan adalah berkaitan dengan kurikulum baru Merdeka Belajar
  • Tema buku yang menjadi andalan Toko Buku saat ini adalah tema buku non teks, seperti buku Anak, Buku Motivasi  dan Agama, Fiksi, hingga buku Masak yang masih nangkring di 10 besar data buku terlaris di setiap toko buku di Indonesia.
  • Masalah modal dan pembiayaan di dunia penerbitan menjadi kendala karena  cukup besar nilainya dalam sebuah proyek terbitan satu judul buku.
  • Bagaimana pembiayaan penerbitan buku ?. Bisa dibiayai oleh penulisnya sendiri, baik melalui skema dana pribadi, CSR Perusahaan, Dana Penelitian Daerah, Dana Sekolah dll.
  • Memiliki  ISBN. Pernah menjadi langka di Indonesia karena ada hal-hal tertentu yang menyebabkannya.


        Pemicu kelangkaan ISBN adalah nomor 5 tersebut, pada dasarnya bukan karena kesalahan                     ekosistem penerbitan
        Perpustakaan nasional akhirnya memberikan kebijakan baru untuk membuat sub nomor untuk                menghemat ISBN yang telah dijatah oleh ISBN Internasional.


        Ini adalah struktur utama ISBN, pada publication element menunjukkan jumlah produksi buku              yang telah diterbitkan untuk mengetahu jumlah rata-rata produksi buku sebuah penerbit

  • Menyebarluaskan buku ke masyarakat. Saat ini konsep penerbitan buku oleh pemerintah dicoba untuk kembali sesuai dengan Undang-undang perbukuan 2017, dimana terbitan buku harus tersebar luas di masyarakat.

Saran beliau adalah  bapak ibu sebaiknya mengikuti aturan pemerintah yang paling baru.


Tulislah sesuai dengan kompetensi serta minat bapak ibu sekalian, misal Buku Teks Pelajaran



Info tambahan dari Bapak narasumber yang luar biasa 
Buku dengan Omzet terbesar adalah buku teks pelajaran utama, karena pasarnya sangat besar seluruh sekolah di Indonesia.
Buku ini melalui proses seleksi dari pemerintah yang cukup ketat. Semua penerbit mempunyai peluang yang sama, akan tetapi penerbit yang misi dan visinya di buku pelajaran biasanya yang lebih siap.

Buku teks pendamping atau modul biasanya mempunya pasar yang lebih kecil, akan tetapi sangat fleksibel pola pemasarannya. Tidak mustahil buku ini juga mempunyai omzet yang cukup besar juga disalurkan di proyek-proyek pemerintah.

Buku umum pasarnya paling kecil, karena outlet utama adalah di toko buku baik toko buku modern maupun tradisional.
Penerbit mayor mempunya saluran pemasaran yang cukup banyak, atau disebut omni channel marketing sehingga selama pandemi bisa berkelit di saat yang sulit.

Nah bapak ibu sebagai calon penulis dapat mencoba menawarkan semua tipe tulisan supaya peluang terbitnya menjadi lebih besar. Saat ini pasar buku sudah mulai bangkit lagi, akan tetapi produksi buku sudah terlanjur melambat. Sehingga bulan-bulan ke depan, jumlah judul buku yang beredar di Indonesia akan mengalami penurunan akibat 2,5 tahun pandemi.

Ini kesempatan bagi bapak ibu untuk tetap semangat menulis karena pasar buku masih cukup menarik mengingat buku fisik masih menjadi andalan utama penerbit dalam mencari peruntungannya.

Kesimpulan
Penerbit adalah lembaga yang mencari profit, dan mempunyai idealisme dalam menerbitkan bukunya sesuai dengan visi misinya. Penulis dapat mengikuti idealisme penerbit dalam menghasilkan buku yang akan dinikmati oleh pembaca. Kirimkan usulan penerbitan buku, supaya ide Anda dapat ditangkap penerbit dan disebarluaskan ke pembaca.

Sesi tanya jawab :
  • Untuk karya novel harus bertema kuat., unik. Genre Humor perlu riset lagi supaya tetap diminati.
  • Ikuti prosedur penerbit secara baik
  • Kata Pengantar dari penulis terkenal untuk menambah penjualan
  • Mencetak buku dapat dilakukan sendiri, Menerbitkan Buku perlu penerbit
  • Penjualan buku off line bisa dibarengi secara on line
  • Kolaborasi dengan penulis terkenal.
  • Jumlah halaman sebenarnya bukan ketentuan utama karena variabel yang memengaruhi buku laku dan tidak bukan hanya dari jumlah halaman saja. Untuk buku ajar, kami biasanya mensyaratkan minimal harus 100 halaman, supaya punggung bukunya ada dan judul buku terlihat.
Alhamdulillah, sesi tanya jawab sudah selesai. Semua pertanyaan sudah terjawab dengan baik. Semoga tidak ada yang tertinggal.


"Semoga Bapak/Ibu penulis hebat yang tergabung dalam Kelas Belajar Menulis PGRI  dapat menjadi penulis buku Mayor", doa Ibu Ros buat peserta. Terima kasih Bu.

Ibu moderator pun mempersilahkan Bapak narasumber untuk menyampaikan closing statement sebagai akhir belajar malam ini. 

Pandemi tampak seperti ruang gelap tidak ada celah, akan tetapi jika kita menengadah ke atas, ternyata masih ada setitik cahaya yang dapat kita gunakan untuk penunjuk arah. Penerbit-penerbit saat ini masih berjuang untuk hidup, sehingga calon-calon penulis tidak perlu gundah karena tulisan bapak ibu pasti akan berlabuh .. jika kita tekun dan tabah melihat cahaya petunjuk tersebut.. salam hormat dan sehat selalu

Waktu terus berlalu, hampir 2,5 jam dibekali ilmu oleh Bapak Edi. S. Mulyanta. Ibu moderator yang tak kalah luar biasa tetep menyemangati peserta. Ajakan membaca doa akhir belajar dari Ibu Ros pertanda usai belajar malam ini.

Terima kasih atas ilmu dan waktunya. Semoga Allah SWT membalasnya dengan yang lebih baik dan lebih banyak. Aamiin.











Comments

Popular posts from this blog

DISINI PEMIMPI JADI PEMIMPIN

RESUME PERTEMUAN LE-29 BLOG SEBAGAI SARANA PEMBELAJARAN

RESUME PERTEMUAN KE-30 DIGITALISASI GERAKAN LITERASI SEKOLAH